Kata Mereka, Pikirkanlah.

Provided by the web design Internet guide.

Tuesday, June 16, 2009

Chicken Soup for the Soul

- Jack Canfield & Mark Victor Hansen -

Chicken Soup for the Soul adalah koleksi kisah-kisah (pengalaman orang lain) yang penuh daya dan tidak ternilai harganya, kisah-kisah yang dapat menggerakkan para pembaca untuk dapat melihat kehidupan engan perspektif yang baru. Setiap kisah yang disajikan dalam buku tersebut akan memperluas perspektif kita tentang apa artinya menjadi manusia yang sepenuhnya dan juga mengajarkan kepada kita bahwa cinta, keberanian, dan kasih sayang yang lebih besar bisa merupakan bagian sejarah kita sendiri.

Melalui pengalaman orang lain, para pembaca yang mempunyaikehidupan yang berbeda dapat belajar mengenai banyak hal (makna cinta, ketekunan, kekuatan, keberanian, suka cita, kebijaksanaan, dan lain sebagainya).

Friday, May 22, 2009

Kesalahan Penggunaan Kata Depan "di"

Ada 3 kata depan yang diatur EYD, yaitu "di", "ke", dan "dari". Namun kali ini saya akan membahas tentang penggunaan kata depan "di" saja, karena kata depan ini yang sering terdapat kesalahan dalam penggunaannya. Kesalahan tersebut adalah dalam konteks penggunaannya dengan kata yang mengikutinya. Kata depan “di” sering ditulis bersambung dengan kata yang mengikutinya. Padahal, EYD menetapkan bahwa kata depan “di”, “ke”, dan “dari” ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti “kepada” dan “daripada”.

Barangkali kesalahan penyambungan “di” dengan kata yang mengikutinya itu karena “di” juga berfungsi sebagai awalan(menjadi semacam ambigu), yakni kata kerja pasif. Padahal fungsi keduanya jelas berbeda.

Contoh kesalahan tersebut, misalnya:
* Buku itu terletak didalam lemari.
* Dimana kamu sekarang?

Mestinya penulisannya yang benar adalah:
* Buku itu terletak di dalam lemari.
* Di mana kamu sekarang?

Bandingkan dengan penggunaan "di" sebagai awalan.
* Piagam itu dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI.
* Alasan itu dikemukakan sebagai alibi ketidakterlibatan pejabat itu.
Tentu saja penggunaan “di” di atas bersambung dengan kata yang mengikutinya, karena ia bukan kata depan, melainkan awalan.

Saturday, May 9, 2009

Hipotesis Gaia

Laksana tangan tidak terlihat yang memegang kemudi, umpan balik bekerja di dalam tubuh semua makhluk hidup. Umpan balik memastikan sebisa mungkin bahwa lingkungan internal makhluk hidup dalam keadaan stabil. Akan tetapi, umpan balik tidak hanya bekerja di dalam tubuh individu-individu organisme. Menurut hipotesis Gaia, umpan balik bekerja pada keseluruhan bagian biosfer, mempertahankan kondisi-kondisi yang ideal bagi kehidupan.

Bumi Yang Meregulasi Diri Sendiri
Tidak ada keraguan bahwa terdapat beberapa mekanisme umpan balik yang bekerja pada skala yang luar biasa besar di dunia. Misalnya, jika jumlah karbon dioksida di atmosfer meningkat, pertumbuhan tumbuhan meningkat. Tumbuhan itu menyingkirkan karbon dioksida dari udara dan dengan demikian membantu menghentikan kenaikan kadar karbon dioksida. Serupa dengan itu, jika suhu bumi meningkat, tumbuhan mengeluarkan lebih banyak uap air. Hal tersebut meningkatkan luasan tutupan awan sehingga mengerem kenaikan suhu. Berkat fotosintesis, komposisi keseluruhan atmosfer menjadi seperti itu hanya karena ada kehidupan di bumi.

Di tahun 1970-an, fakta-fakta seperti itu menyakinkan James Lovelock, seorang ahli kimia dan insinyur berkebangsaan Inggris, bahwa biosfer bekerja seperti sebuah sistem tunggal terintegrasi yang mengoptimalkan kondisi-kondisi bagi makhluk hidup. Ia mengembangkan ide ini bersama biolog Amerika, Lynn Margulis, dan menyebutnya hipotesis Gaia (nama dewi bumi dalam kepercayaan Yunani kuno). Menurut hipotesis tersebut, alam kehidupan serupa dengan mesin raksasa yang mengelola dirinya sendiri dan terus menerus membuat penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi yang stabil.

Apakah Gaia nyata?
Sejak pertama kali dicetuskan, hipotesis gaia telah menjadi kontroversi. Lovelock dan Margulis telah mengidentifikasi berbagai mekanisme umpan balik yang sepertinya mendukung hipotesis tersebut, tapi para penentang gagasan juga telah menemukan banyak mekanisme lain yang justru menjatuhkan hipotesis Gaia. Lebih rumit lagi, hipotesis Gaia menyarankan adanya suatu kerjasama global di antara makhluk hidup (sesuatu yang bertentangan dengan gagasan darwinian tentang perjuangan mempertahankan keberadaan diri). Gagasan bahwa organisme-organisme yang berkompetisi ternyata bekerja sama untuk mempertahankan kesetimbangan telah membuat banya ekolog bersikap skeptis terhadap hipotesis Gaia.

Meskipun sambutannya bermacam-macam, hipotesis Gaia telah terbukti sebagai suatu spekulasi yang berharga. Bahkan jika biosfer sesungguhnya bukan suatu entitas tunggal, terkadang secara misterius biosfer berlaku seolah-olah seperti itu.

Gagasan bahwa makhluk hidup mempertahankan kondisi internal yang stabil dilontarkan pertama kali di abad ke-19 oleh seorang fisiolog prancis bernama Claude Bernard (1813 - 78). Di abad ke-20 , fisiolog amerika bernama Walter Canon menamai konsep Bernard 'homeostasis' yang secara harfiah berarti 'berdiri diam'. Homeostasis penting bagi kehidupan. Hal itu karena reaksi-reaksi kimiawi yang terlibat dalam usaha bertahan hidup bekerja paling abaik hanya pada kondisi-kondisi tertentu yang sempit kisarannya.

Kekacauan Dan Kompleksitas

Rantai makanan dan jaring makan makanan menunjujkkan bahwa di alam tidak ada yang benar-benar sendirian. Bahkan di habitat-habitat yang paling sulit dijangkau sekalipun, makhluk-makhluk hidup saling mempengaruhi, dan juga berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak di antara interaksi-interaksi itu yang sedemikian rumitnya sampai-sampai tidak peduli seberapa intensifnya diteliti, hasilnya tidak pernah dapat diprediksi.

Dalam permainan billiar , terjadi segala sesuatu dapat diprediksikan. Secara teoritis, jika kita dapat mengumpulkan cukup banyak data, kita akan dapat menduga sacara tepat ke mana setiap bola akan meluncur jika telah terkena sodokan. Di alam, tidak seperti itu kejadiannya. Dengan data yang cukup banyak untuk mengisi semua memori komputer di bumi sekalipun, kita tetap tidak mungkin memperkirakan arah perkembangan masa depan dari suatu sistem yang melibatkan makhluk hidup. Garis besarnya bisa diprediksikan, tetapi detail-detailnya tidak.

Sistem-sistem seperti itu bersifat chaotic (kekacauan atau ketidakteraturan). Akan tetapi, sistem-sistem chaotic tidak selalu terdiri dari makhluk hidup, melainkan juga mencakup berbagai fenomena fisik pada berbagai skala berbeda, mulai dari pergerakan partikel dalam setumpuk pasir sampai sirkulasi udara dan air di seluruh bumi.

Edward Lorenz

Teori chaos dikembangkan di tahun 1960-an oleh Edward Lorenz, seorang meteorolog. Ia menunjukkan bahwa tidak mungkin memperkirakan secara tepat jalur yang dilalui oleh udara yang naik, walaupun pergerakan keseluruhannya dapat diduga sebelumnya. Lorenz juga menunjukkan bahwa, secara teoritis, perubahan sekecil apa pun (kepakan sayap kupu-kupu misalnya) dapat menimbulkan efek berantai yang jauh lebih besar dari ukurannya. Sejak saat itu 'efek kupu-kupu' dijadikan metafora bagi keterkaitan biosfer secara keseluruhan.

Mempertahankan Jalur
Chaos membuat kehidupan seolah-olah merupakan sebuah kekacau-balauan, penuh pergantian arah yang mendadak. Akan tetapi, bukan seperti itu yang ditemukan para ekolog sewaktu mengkaji alam. Detail hari ke hari dari sistem-sistem kehidupan kerap kali berfluktuasi, akan tetapi, dalam jangka waktu yang lebih panjang, biasanya yang terlihat adalah kontinuitas.

Jadi apa sebenarnya yang mengendalikan chaos?
Salah satu faktor tersebut adalah mekhluk hidup memiliki batasan-batasan alamiah. Sebuah pohon misalnya, tidak mungkin mendadak mengembanghkan cara reproduksi baru, sama tidak mungkinnya seekor gajah mendadak bisa hidup di laut. Melalui sebuah proses yang disebut umpan balik, makhluk hidup mempertahankan kondisi normal yang diperlukannya utuk bertahan hidup. Akan tetapi, sistem-sistem umpan balik memiliki batasan-batasan sendiri. Sevbarapa jauh sistem-sistem tersebut dapat didesak tanpa menghancurkannya merupakan salah satu pertanyaan terpenting yang dihadapi pada ekolog saat ini.

Menyerap Energi Matahari

Jika ditanya mana yang lebih produktif, rawa ataukah sebidang lahan pertanian, sebagian orang akan memilih sebidang lahan pertanian. Akan tetapi, jawaban sebenarnya bergantung pada apa arti 'produktif' itu sendiri. Bagi seorang ekolog, sering kali rawa lah yang lebih produktif, sebab dapat mengubah cahaya matahari menjadi zat hidup pada laju yang luar biasa.

Dalam ekologi, produktivitas adalah ukuran atas laju terciptanya zat hidup baru ketika tumbuhan memanfaatkan energi dari matahari. Dalam waktu satu tahun, satu meter persegi rawa rata-rata menghasilkan pertumbuhan ekstra tumbuhan sekitar 2,5 kg, sementara area yang luasnya sama di hutan hujan tropis menghasilkan sekitar 2 kg. Dibandingkan dengan itu, budidaya seringkali kalah jauh. Walaupun produktif jika ditilik dari sisi makanan manusia, rata-rata produktivitas biologisnya hanyalah sekitar 0,65 kg per meter persegi.


Dalam ekologi, produktivitas primer adalah ukuran kunci, sebab ukuran itu menunjukkan seberapa cepatnya energi disalurkan melalui makhluk-makhluk hidup. Saat ini kita menggunakan kira-kira 40% produktivitas primer bumi (dengan cara menyantap makanan, beternak hewan, dan menebang pohon) yang berarti kini hanya ada sisa 60% untuk spesies-spesies liar yang juga menggunakannya untuk bertahan hidup.

Produktivitas tinggi tidak harus berarti bahwa ekosistem disesaki oleh tumbuhan, sebab sering tumbuhnya tumbuhan baru, tumbuhan yang lama pun terurai. Selain itu, tumbuhan hidup mengikat energi dalam waktu yang berbeda-beda. Sebagai hasilnya, beberapa jenis ekosistem menampung tumbuhan dengan berat total yang luar biasa, sementara jenis-jenis ekosistem lain hanya menampung sedikit.

Berat total ini dikenal sebagai biomassa tumbuhan. Di darat, hutan hujan tropis berada di puncak grafik biomassa, dengan berat tumbuhan mencapai 45.000 ton menyesaki setiap kilometer persegi lahan hutan tersebut. Rawa-rawa menampung sekitar 15.000 ton, sementara di gurun hanya ada kurang dari 1.000 ton. Akan tetapi, di lautan terbuka, produktivitas sering kali rendah karena sebagian besar organisme tenggelam ke dasar laut ketika mereka mati, di sini mikroorganisme menggantikan peran tumbuhan, dan rata-ratanya adalah sekitar 3 ton per kilometer persegi (hanya secuil massa terapung-apung di samudra luas. Hal ini berarti nutrien terus menerus terkuras dari lapisan permukaan yang disinari matahari, tempat berlangsungnya semua produktivitas primer. Perkecualiannya adalah tempat-tempat yang terdapat aliran arus yang turut mengangkut nutrien ke atas dari dasar laut. Arus-arus tersebut adalah alasan kenapa kehidupan di lepas pantai barat afrika bagian selatan dan amerika selatan berlimpah.


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Archithings. Powered by Blogger